Kotoba1
1Perkataan
Pagi itu, seharusnya menjadi awal yang menyenangkan. Ya, hari
pertamaku di SMP, seharusnya menjadi moment yang menyenangkan, tapi tidak begitu
denganku.
“hei .. hei
… kamu lihat tidak anak yg duduk di pojok sana?”
“ya,
memangnya ada apa sih?”
“dia itu tuh
... psst”
‘Hei … tidak
perlu bisik-bisik begitu kan? Aku tahu apa yg kalian bicarkan’ ucapku dalam
hati.
Itulah yang membuatku murung hari ini, lagi-lagi aku
dikucilkan seprti saat tk maupun SD. Lelah rasanya hatiku jika memikirkannya. Tanpa
terasa kakiku sudah berjalan sampai halaman belakang.
“ternyata
ada tempat seperti ini juga disini”
Yah, kukira kehidupanku disini akan menjadi benar-benar
menyedihkan dan membosankan, ternyata tidak juga.
“heh …
kamu!”
Glek! Baru saja aku berpikir ada hal yang menyenangkan di
sekolah ini. Kupikir aku ketahuan membolos dihari pertama oleh guru, tapi saat
kutolehkan kepalaku ke belakang.
“sedang apa
kamu disini?”
Ternyata yang berada disana bukanlah guru yang bersiap
memarahiku, melainkan seorang laki-laki berambut hitam legam, berkulit putih
susu, dan bermata tajam. Saking tajamnya bulu romaku berdiri semua saat kami
bertatapan mata.
“hei!
Ditanya kok malah melamun? Sedang membolos ya!?”
“aa .. a ..
ku …” jawabku gugup
Kulihat di lengan kanannya, pita putih berlambang bintang
merah dengan pinggiran kuning di pita. Rupanya dia ini petugas kedisiplinan
toh, pantas saja menegurku. Tunggu … kalau dia petugas kedisiplinan, itu
artinya dia akan menghukumku yang sedang membolos ini? Hiii .. takuuuut!
Dia mulai berjalan ke arahku. Bagaimana ini? Apa yang harus
kukalukan? Aku tidak mau dihukum dihari pertamaku, sudah cukup aku dikucilkan
tadi jangan ditambahkan dengan hukuman.
Ditengah ketakutan yang kurasakan, entah kenapa tiba-tiba
saja dadaku tersa sesak tak karuan. Sesak ini beda dari yang kurasakan tadi,
aku yakin saat ini wajahku memerah karena menahan sesak. Dia semakin dekat,
semakin mendekat. Dadaku benar-benar terasa sesak.
Bruuk ..
Lho? Kok? Kutolehkan kepalaku, kulihat ia berjalan ke arah
kursi yang berada tepat di belakangku, dan merebahkan badannya disitu.
Jantungku hamper copot, kukira dia akan menghukumku, atau apalah itu yang biasa
dilakukan ‘petugas kedisiplinan’ lainnya.
“Ka … kamu
sendiri kenapa … berada disini?” tanyaku gugup
“hmm …
istirahat … mungkin” jawabnya ketus
Mulutku reflex mencibirnya dengan suara pelan. Apa-apaan dia
itu? Dia menegurku tapi malah dia istirahat di saat jam pelaharan? Apa itu
maksudnya dia juga bolos? Lagipula bisa-bisanya seorang petugas kedisiplinan
justru melanggar peraturan? Benar-benar deh.
==
Bel sekolah berbunyi, tanda semua pelajaran sekolah berakhir
dan semua murid bergegas pulang ke rumah. Aku masih kesal dengan petugas
kedisiplinan itu. Sepanjang jalan ke rumah, aku tak henti-hentinya mencibir
orang itu.
Kakiku pun terhenti di depan pagar sebuah rumah bertulisakan
“Asaki”. Aku berpikir dua kali untuk memasukki rumah itu. Akhirnya dengan
mengesampingkan egoku dan berpikir aku tidak mempunyai tempat tujuan lagi,
dengan berat hati aku memutuskan untuk masuk.
“Tadaima2”
ucapku agak keras
“Okaeri3
.. nozomi” sambut seorang wanita paru baya yang berparas layaknya perempuan
berumur 20 tahun.
Ya, dialah ibuku. Orang yang selama ini telah membesarkanku
seorang diri, tanpa seorang suami
disampingnya.
2aku pulang, 3selamat datang
“lho? Nozomi?
Ada apa denganmu? Bagaimana hari pertamamu?” Tanya ibuku.
Aku terdiam mendengar pertanyaannya. Bagaimana hariku
katanya? Apa maksudnya “senang tidak dengan sekolahmu?” atau “ apa kau sudah
punya teman?”
Jangkan teman, aku justru malah bertemu dengan orang yang
benar-benar menyebalkan. Memikirkannya saja sudah membuatku kesal.
“sepertinya
tidak begitu beruku ya? Terlihat jelas diwajahmu.” Ucapnya seraya tersenyum
kepadaku.
“ibu tidak
bisa lihat ya? Bagaimana mungkin menyenangkan? Jelas-jelas aku sedang kesal,
lagipula tidak ada kebahagiaan untuk orang sepertiku!”
Tanpa terasa airmataku sudah jatuh dan mengalir. Buru-buru
kuhapus airmataku, aku pun berlalu menuju kamar tanpa mempedulikan ibu yang
kaget melihatku tiba-tiba menangis.
‘tidak ada
kebahagiaan untuk orang sepertiku!’
Kata-kata itu masih terngiang di kepalaku. Ya, orang
sepertiku takkan pernah merasakan kebahagiaan. Setiap kali masuk sekolah maupun
bermain aku selalu dikucilkan karena tidak memiliki ayah. Pandangan aneh lingkungan
sekitar, bisikan para tetangga, belum lagi bullying disekolah.
Apalagi saat melihat sebuah keluarga sedang asyik bermain di
taman. Pedih hatiku melihatnya.
Jangankan kasih sayang dari seorang aya, dari ibu pun aku
jarang sekali mendapatkannya. Ibu selalu menyibukkan dirinya dengan
pekerjaannya, walaupun aku tahu itu semua ia lakukan demi diriku. Tapi, aku aku
tahu semua kesibukkannya hanyalah alasan agar aku tidak menanyakan keberadaan
ayahku lagi.
Kusingkirkan airmataku, kubuka jendela kamarku, kupandangi
bintang dilangit. Cahayanya yang terang benderang selalu membuat hatiku nyaman.
Andai aku jadi bintang pun, pasti cahayaku tak seterang bintan lainnya.
Mendadak aku terbayang wajah ‘petugas kedisiplinan’ itu.
Pipiku mulai memanas saat membayangkan tatapan tajamnya. Kupeganggin pipiki,
aku menggelengkan kepalaku. Ada apa denganku? Kenapa aku berdebar-debar hanya
dengan membayangkan wajahnya saja?
Apa kah ini cinta?
Tunggu … tidak mungkin itu cinta. Aku menggelengkan kepalaku
lagi. Tidak mungkin aku merasakan cinta. Itu kebahagiaan yang terlalu besar
untukku.
==
Langit yang cerah, bunga sakura yang masih bermekaran,
hembusan angin sepoi-sepoi, dan tumpukan kardus ditangan.
Beberapa
saat yang lalu…
“Asaki-san!”
“ada apa
pak?” tanyaku pada Kuzuryuu-sensei, guru olahraga yang masih lumayan muda.
“maaf
merepotkanmu … tapi .. apa kau bisa membawakan ini ke gedung olahraga?” ucapnya
sambil menyerahkan tumpukan kardus yang lumayan tinggi.
“etto … tapi
pak .. aku …” ucapanku terhenti saat
kulihat ryuu-sensei sudah tidak ada di tempatnya.
“kali ini
aku benar-benar apes… baru mau santai sudah dikasih tumpukan kardus yang berat”
gumamku.
Yah, daripada dikucilkan terus dikelas lebih baik aku
melakukan hal yang lebih berguna sih. Walaupun tidak seperti ini juga yang
kuharapkan.
Lho? Kok? Entah kenapa tiba-tiba saja tumpukan kardus yang
ada ditanganku terasa lebih ringan. Penasaran, kutolehkan kepalaku. Aku agak
kaget melihat siapa yang kulihat.
“pe …
petugas kedisiplinan !?” ucapku kaget
“hah !?
petugas kedisiplinan katamu? Benar-benar tidak sopan! Aku ini punya nama!”
bentaknya.
“tapi ..
memang benar kan .. kau itu petugas kebersihan? Lagi pula aku tidak tahu
namamu” ucapku refleks membalas perkataannya. Tapi kalau dipikir lagi ucapanku
itu seperti aku ingin tahu siapa namanya. Ah .. tidak tidak .. segera
kusingkirkan pikiranku yang macam-macam itu.
“Shoukin …”
“are4?”
“Yashiro
Shoukin itu namaku! Ingat baik-baik!” lanjutnya
4Eh?
“aree? Untuk
apa aku mengingatnya? Apa itu berguna untukku?” jawabku ketus
“hehehe … kau
seharusnya bangga bisa berjalan berdua denganku … aku yakin kau akan menyesali
kata-katamu itu nanti!” ucapnya membalas ucapanku yang ketus
Orang ini benar-benar deh … beda
banget dari kesan awalnya. Kukira ia cowo yang cool. Ternyata ga lebih dari cowo yang memiliki tingkat Percaya Diri yang overlimit.
“kemana?”
Tanyanya singkat
“are?”
“kau itu
bodoh atau apa sih? Maksudku mau dibawa kemana kardus-kadus ini?” tanyanya
kesal
“ke gedung
olahraga” jawabku singkat sambil menunjuk gedung olahraga disebelah kiri
lapangan.
“oh …
ngomong-ngomong aku belum tahu namamu … siapa namamu?”
“kau yakin
ingin tahu namaku? Tidak menyesal nanti” godaku padanya.
“rupanya ada
yang kepedean nih … seharusnya aku yang berkata begitu tadi “ ucapnya dengan
bangga
“tch … Asaki
… Nozomi Asaki … kelas 1-3”
“ahaha …
akhirnya bicara juga .. sepertinya kmau tergolong cewe tsundere5
ya?” ucapnya sambil tertawa
“tsu ..
tsundere katamu !!? dengar ya .. aku itu ..” ucapanku terhenti mendengar
tawanya yang semakin jadi.
“hahahaha ….
Itu!! Sifatmu yang seperti itu lah yang membuatmu jadi tsundere!!” ucapnya
sambil menahan tawa.
Disisi lain
..
“hei …
lihat! Bukan kah itu Shoukin-sama6 ?”
“iya …
sedang bersama siapa diaaa !!? awas saja .. akan kuselidiki perempuan itu”
==
5tsundere adl gabungan dari kata tsun-tsun dan
dere-dere; 6shoukin-sama = tuan shoukin
“benar
disinikan?” Tanya shoukin-senpai padaku
“iya …
arigatou, shoukin-senpai7” ucapku berterimakasih padanya
“hei …
jangan panggil aku senpai apalagi margaku … rasanya formal sekali” protesnya
padaku
“la .. lalu?
Aku harus panggil apa?” tanyaku pura-pura tidak tahu
“ck … otakmu
benar-benar sudah harus diservis ya? Sudah jelaskan … SHI – RO .. panggil aku
shiro!”
“kau memang
kakak kelas yang tidak sopan yah” ucapku sebal
“yasudah …
kalau kau butuh bantuan datang saja ke kelasku … kelas 2-1 … mata ashita8
..” ucap shiro-senpai sambil melambaikan tangannya.
Walaupun ucapannya ketus dan kasar
tapi aku dapat merasakan kelembutan dibalik ucapannya itu. Begitu pikirku,
hingga aku tak sadar pipiku sudah memerah lagi.
Shiro-senpai
..
==
Perutku sudah mulai meminta
jatahnya, itu artinya saatnya jam makan siang. Segera kuambil kotak bentoku9
dan bergegas menuju halaman belakang.
Bruuk …
“go ..
gomenasai10 ..”ucapku lemas.
“maaf
katamu? Kata maaf tidak cukup atas apa yang telah kau perbuat .. Asaki-san”
ucap salah seorang kakak kelas yang kutabrak tadi.
“ayo ikut
kami .. akan kami buat kau tau apa itu etiket seorang fans apalagi kalau adik
kelas” ucap kakak kelas yang tadi kutabrak seraya menyeretku ke ruang audio
visual.
Ruang audio visual jarang sekali
dipakai, memang cocok sekali untuk tempat membully seseorang. Dan kali, ini
akulah korbannya. Sudah sering sekali aku ke tempat seperti ini, bedanya waktu
tk aku dibawa ke taman belakang yang jarang dikunjungi oleh anak lain.
“jadi … mau
kita apakan anak ini, aya?” ucap teman kakak kelas yang tadi kutabrak,
yuri-senpai
“hmm …
sepertinya rambut ini tidak cocok untuknya .. bagaimana kalau kita perbaiki
modelnya agar cocok untuknya, yuri?” ucap kakak kelas yang dipanggil aya oleh
yuri-senpai.
9Bekal; 10 maafkan aku
9Bekal; 10 maafkan aku
Aya-senpai mulai mendekat ke arahku
sambil membawa gunting yang ternyata sudah dipersiapkannya dari tadi. Padahal
aku sudah biasa diperlakukan seperti ini, tapi entah kenapa aku merasa ini akan
menjadi bully yang lain dari yang sebelumnya.
PLAAAK …
Sebuah tamparan hebat mendarat tepat
di pipiku. Aku benar-benar takut. Bagaimana kalau aku sampai terluka parah? Apa
akan ada yang menyadarinya? Apa akan ada yang menolongku? Apa akan ada yang
mempedulikanku? Saking takutnya kakiku benar-benar lemas, airmataku pun mulai
mengalir keluar.
“kau
benar-benar tidak tau diri ya … baru masuk saja sudah sok dekat dengan
shouki-sama! Apalagi sampai memanggil nama kecilnya!” bentak yuri-senpai
“apalagi …
orang sepertimu … benar-benar tidak sebanding untukknya .. dasar anak haram!”
ucap aya-senpai sambil menggoreskan gunting yang ia pegang dipipiku
BRAAAK …
“Hei! Ada
apa ini !? Apa yang sedang kalian lakukan?” ucap shiro-senpai yang kaget
melihatku ketakutan.
“ettoo ..
ini .. ini …” ucap aya-senpai gugup
Shiro-senpai segera menarikku ke
arahnya. Tak kusangka tenaganya kuat, saking kuatny aku hamper jatuh kalau saja
dia tidak menahan tubuhku. Aya-senpai dan yuri-senpai hanya bisa terdiam,
sepertinya mereka ketakutan, dan akhirnya hanya bisa pergi meninggalkan kami
berdua.
“daijoubu11
?” Tanya shiro-senpai padaku yang masih ketakutan.
Aku sendiri hanya diam, karena
ketakutan. Tapi ketakutan yang kali ini kurasakan berbeda dari yang tadi.
Kenapa mereka bisa mengetahui tentang ayahku !? itulah yang membuatku
ketakutan.
Tiba-tiba saja kurasakan kehangatan yang tak pernah
kurasakan, ya pelukan yang hangat. Aku sama sekali tak pernah merasakannya
bahkawa sedari aku kecil. Saat itu juga tangisku pecah, aku menangis didalam
dekapan shiro-senpai. Kehangatannya membuatku ingin menumpahkan segala
kegundahanku selama ini.
Sebelumnya aku tak mengira akan menangis seperti ini didepan
orang yang baru saja kukenal. Bahkan sampai tadi aku tak pernah sekali pun
menangis sehebat ini. Ada apa dengan ku?
==
“ini
minumlah” ucap shiro-senpai sambil memberiku sekaleng teh yang baru saja ia
beli.
“arigatou” ucapku
sambil menerima teh dari shiro-senpai
Kubuka penutup kaleng itu, lalu
kuminum teh tersebut. Dapat kurasakan sakitnya tenggorokkanku akibat dari
menangis tadi.
“jadi ..
sebenarnya ada apa?” Tanya shiro-senpai lembut padaku.
“se ..
senpai … bagaimana bisa menemukanku?” tanyaku mengalihkan pertanyaan
shiro-senpai
“kau
mengalihkan pertanyaanku!” ucapnya mengetahui perbuatanku.
Aku hanya diam mendengar perkataan
shiro-senpai. Sebenarnya aku ingin mengatakannya, tapi aku tidak siap jika
harus menceritakan tentang ayahku juga.
“aku … “
ucap shiro-senpai mengawali pembicaraan ditengah keheningan kami.
“awalnya ..
aku merasa aneh … tidak biasanya saat jam makan siang kau tidak berada di
halaman belakang … aku sempat merasa ada sesuatu yang buruk terjadi padamu”
lanjutnya
“merasa ..
aku dalam bahaya maksud senpai?” tanyaku penasaran
“iya … saat
aku sedang mencarimu .. ada anak yang melihatmu sedang diseret oleh aya dan
yuri”
“eeh? Senpai
kenal mereka?” tanyaku kaget.
“tentu saja
… mereka memang selalu cari perhatian kalau didepanku dan selalu mengganggu
siapa pun yang berada di dekatku” ucap senpai mengejutkanku.
Apa itu artinya senpai sempat
memikirkanku? Apa itu artinya aku ini orang yang deket dengan senpai?
Seandainya benar begitu .. aku …
“nozomi?
daijoubu? Kau melamun?” ucap senpai menyadarkanku dari lamunanku.
“daijoubu
desu .. aku hanya ..”
“ceritakan
saja .. jangkan sungkan padaku .. walaupun kita baru kenal beberapa hari ini ..
tapi kau sudah kuanggap sebagai sahabatku sendiri” ucap senpai yang membuat
dadaku terasa hangat, rasanya ingin kutumpahkan semuanya saat itu juga.. tapi …
==
“jadi begitu
… mereka melihatmu berjalan denganku lalu menggangapmu lancang?”
“iya …
padahal kukira alasan mereka berbuat seperti itu karena aku telah menubruk
aya-senpai”
“kau ini
benar-benar bodoh ya!” bentak senpai sambil menyentil jidatku
“mana
mungkin alasan seperti itu dijadikan alasan untuk membully?”
Senpai salah. Hal sekecil itu justru
sangat berpotensi untuk menjadi alasan pembullyan. Dulu waktu aku SD, hanya karena
mereka tidak mau tertular ‘virus anak haram’ dariku. Aku dibully habis-habisan
oleh teman-temanku. Bahkan itu sudah berlaku sejak umurku sekitar 2-3 tahun.
“ahahaha ..
iya juga ya ..” balasku seraya tertawa untuk menutupi kebohonganku.
Gomenasai, senpai. Semua yang
kukatakan pada senpai hanyalah kebohongan semata. Selintas aku berpikir, aku
dan ibu tidak lah beda, kami sama-sama berbohong pada orang yang kami sayangi.
“senpai …
sepertinya aku harus segera kembali ke kelas .. soalnya setelah ini aku ada
pelajarannya kiita-sensei .. hehe” ucapku sambil menggaruk-garuk kepalaku yang
tidak gatal.
“kiita-sensei
… Ah! Guru sastra klasik yang super sadis itu kan! Si fanatic Genji Monogatari!” ucap shiro-sensei
dengan kerasnya.
“ahaha ..
genji monogatari … iya sudah ya .. pai pai” ucapku sambil melambaikan tangan
pada shiro-senpai.
Shiro-senpai melambaikan tanda
padaku, pertanda hari ini kami akan berpisah, bahkan mungkin mungkin kami tidak
akan bertemu lagi sampai seterusnya.
==
Kulangkahkan kakiku dengan berat,
cahaya lampu jalan memberiku penerangan ditengah gelapnya malam. Aku tidak tahu
harus kemana mala mini, pulang ke rumah atau tidak.
Drr … drrr …
Handphone-ku bergetar, kulihat
terdapat tulisan Okaa-san12 di
layar handphoneku. Kubiarkan hp-ku berdering hingga tidak bordering lagi.
Rupanya dia baru menyadari kalau aku belum pulang ke rumah ya? Hanya itu yang
ada dipikiranku.
11baik-baik saja? 12 Ibu
==
“nozomi!
nozomi! bangun … nozomii”
Aku mendengar suara yang sangat
familiar bagiku, sangat tidak asing. Walau pun masih setengah mengantu, aku
berusaha membuka mataku. Yang kulihat yang di depan mataku adalah ..
“ibu
..”ucapku saat melihat sosok ibuku yang refleks memelukku saat aku terbangun
tadi.
“kau
baik-baik saja nak?” ucap ibu sambil mengelus bekas tamparan dipipiku.
Kulihat ia seperti sedang menahan
tangis saat mengelus pipiku. Matanya berkaca-kaca, airmatanya belinangan seakan
kelenjar airmatanya tak sanggup lagi membendung airmata ibuku. Disentuh bekas
tamparanku lagi, ia juga menyentuh bekas goresan gunting di sisi lain pipiku.
Aku tak kuat lagi menahan airmataku. Dan akhirnya aku pun
menangis, rasanya sama seperti saat aku menangis dipelukkan shiro-senpai.
Begitu hangat sampai akhirnya airmataku keluar begitu saja.
“semua ini
gara-gara ibu …” ucapku tak kuasa menahan beban yang selama ini kutanggung
“gara-gara
ibu .. tidak mengatakan siapa ayahku … aku harus merasakan penderitaan ini ..”
lanjutku sambil menangis terisak-isak.
Mendengar ucapanku, ibu langsung
memelukku tubuhku. Begitu erat hingga aku sulit untuk bernafas. Namun, dapat
kurasakan airmatanya mengalir di punggungku. Samar-samar aku mendengar ..
“maaf ..
nozomi” bisik ibu di telingaku
“maafkan ibu
… tunggulah sebentar lagi … ayahmu pasti akan menemuimu” lanjut ibu seraya
melepaskan pelukannya dan pergi meninggalkanku yang penuh tanda tanya ini.
Apa aku tidak salah dengar? ‘Ayah’
katanya tadi? Mungkinkah … ayahku masih hidup? Dan akan menemui kami? Apa benar
begitu? Apa itu artinya semua cacian para tetangga kami itu bohong?
Tapi .. kalau memang benar begitu …
kenapa selama ini ibu menutupi kenyataan itu padaku … atau mungkin apa yang
mereka katakana tentangku itu benar? Apa aku benar-benar tidak memiliki ayah?
Apa pun itu … aku harus mengetauhinya … aku sudah cukup besar
untuk mengetahui semuanya dengan jelas.
==
Took .. took
..
“nozomi …
ayo banguun .. nozomii”
Kudengar suara ibuku sedang
membangunkanku. Rasanya aneh .. tidak biasanya ibu yang membangunkanku.
Biasanya alarm selalu berhasil membangunkanku.
“alarm-mu
sudah bunyi daritadi tapi kau tidak bangun juga .. jadi ibu bangunkan kamu”
ucap ibu seolah iya dapat membaca pikiranku. Ibu memang hebat ..
Aku hanya bisa tersenyum mendengar
ucapannya. Sepertinya aku kelelahan gara-gara kejadian kemarin. Aku masih ingat
dengan jelas kejadian semalam, pelukannya, tangisnya, juga … ucapannya.
“ibu …”
panggilku dengan suara yang sangat pelan
“ya?”
“ibu …
dimana .. ayah sebenarnya bu?” tanyaku singkat pada ibu.
Aku tahu ini bukan saatnya untuk
menanyakan hal ini. Dan .. entah hanya perasaanku saja atau suara ibu agak lain
dari biasanya, walaupun nadany terdengar lembut tapi ..
“nozomi …”
ucap ibu setalah terdiam sekian lama
“cepat
sarapan … nanti kau akan telat lho” lanjut ibu seraya tersenyum lembut … atau
lirih?
Melihat wajah ibu aku jadi tak bisa
berkata dan hanya melakukan apa yang ia suruh. Pertama kalinya aku begini,
padahal biasanya aku selalu bertindak sesukaku. Setelah kurapikan tempat
tidurku, aku langsung pergi ke kamar mandi.
Sejak tadi malam aku jadi berpikir …
apa yang dinamakan hati itu ya? Kenapa aku baru bisa merasakan adanya
kebahagiaan dan kesedihan di sekitarku sekarang?
Tanpa terasa airmataku mulai
mengalir lagi. Aku benar-benar tak tau apa yang sedang kurasakan. Mendadak
kuingat ucapan ibuku semalam, sakit rasanya hatiku .. itukah yang dinamakan
sedih? Lalu bagaimana dengan bahagia?
“nozomii …
cepatlaah .. kalau tidak nanti kau akan terlambat” teriak ibuku dari ruang
makan.
“iya buu”
ucapku sambil berjalan menuju ruang makan.
Aku langsung duduk di meja makan dan
menyantap makananku. Sekilas aku terpikir oleh ucapanku tadi. Apa ucapanku akan
membuat ibu bersedih? Apa ucapanku akan melukainya?
“oh iya …
ibu tidak pergi bekerja?” tanyaku penasaran dengan ibu yang masih di rumah di
hari kerja seperti ini.
“tidak …
uhuk … hari ini ibu tidak masuk sepertinya ibu agak demam”
“oh begitu
ya …” aku hanya bisa berkata seperti itu sambil memakan sarapanku.
“oh iya .. soal
ayahmu ….” Ucap ibu singkat seketika menghentikan tanganku yang sedang memegang
roti lapis coklat buatan ibu.
Ayah? Apa ibu ingin menjawab
pertanyaanku soal ayah? Mungkin kah?
Drrr … drr …
handphoneku berdering
‘ck .. tidak
tau kalau aku sedang membicarakan hal penting apa? Lagian siapa sih yang sms’
umpatku dalam hati.
Kulihat layar handphone-ku, Yashiro
Shoukin, Shiro-senpaaai! Tunggu dulu .. ada apa ya .. kenapa senpai sms jam
segini? Penasaran, kulihat sms darinya ..
Nozomi … sekarang kau dimana?
Apa kau tidak masuk sekolah?
Are? Kenapa senpai bertanya seperti
ini? ‘kau tidak masuk sekolah’? apa maksudnya ..
“AAAAH!”
teriakku mengejutkan ibuku.
“ada apa
nozomi?”
“AKU
TELAAAAAT!” ucapku dengan keras lalu pergi keluar secepat kilat.
==
Setelah perjuangan berat, akhirnya
aku masuk ke kelas dengan selamat. Untunglah tadi shiumi-sensei sedang menunggu
kereta yang terlambat, jadi saat aku masuk ke kelas pelajarannya belum dimulai.
Walau pun merasa agak lega. Tapi
kenapa perasaanku tidak enak begini yah? Ada apa ini? Apa ada hubungannya
dengan ayahku?
Kriiing ….
Ah … sudah saatnya makan siang ya?
Tapi kenapa aku belum lapar? Tidak biasanya seperti ini … aku terus berjalan
tanpa tau kemana arah kakiku melangkah. Langkah kakiku terhenti saat melihat
sekerumunan orang sedang berkumpul di depan mading sekolah.
‘ada apa itu
ya?’ gumamku dalam hati
Awalnya aku tidak peduli pada apa
yang mereka lihat. Tapi … eku merasa saat aku lewat banyak pandangan aneh
mengelilingiku. Pandangan ini. Aku kenal baik pandangan ini. Tak salah lagi,
pasti ada sesuatu yang berhubungan dengan ayahku.
Terpaksa, akhirnya kulihat apa yang
tertempel di madding tersebut. Mataku melebar saat melihat apa yang tertempel disitu.
“Nozomi Asaki 1-3 lahir tanpa ayah! Dia anak haram!” tertulis
besar di bagian atas kertas tersebut. Refleks kurobek kertas itu. Sambil
menahan tangis dan malu, aku segera berlari keluar dari kerumunan itu.
Siapa yang tega melakukan hal seperti ini!? Siapa? Kakiku
berhenti melangkah. Aya-senpai! Pasti dia pelakunya. Kalau aku tidak salah
ingat .. dia sempat menyebut ayahku saat membully-ku waktu itu.
Kenapa harus seperti ini? Kenapa aku harus bertemu
Aya-senpai? Kenapa disaat ibu hendak memberitahuku tentang kebenaran ayah?
Kalau saja aku tidak bertemu dengannya .. tapi kalau dikipir lagi … seandainya
saja aku tidak bertemu Shiro-senpai … pasti aku takkan mengalami hal seperti
ini …
Greeb ….
Ada yang sedang menggenggam
tanganku. Rasanya hangat sekali. Benar-benar hangat. Aku mengenali kehangatan
ini. Kutolehkan kepalaku ke belakang, benar saja dugaanku.
Shiro-senpai
….
“nozomi?
daijou .. bu?” Tanya shiro-senpai ragu melihat aku yang sedang menangis
Kupalingkan wajahku ke depan.
Kutundukan kepalaku menahan malu karena dlihat dalam keadaan seperti ini,
apalagi oleh Shiro-senpai.
“senpai …
pergilah” kataku sambil terisak
“kau .. ti
.. tidak mau kan .. terlihat bersama dengan orang sepertiku” ucapku seraya
menoleh kearah senpai dengan genangan airmata.
“kau ..
pasti tidak percayakan? Memang benar .. aku lahir tanpa ayah … karena itu ..
pergilah sen …”
Belum sempat kulanjutkan
perkataanku. Seketika itu juga Shiro-senpai memelukku begitu erat. Sama seperti
waktu itu. Saat ia menemukankku sedang dibully. Kenapa? Kenapa senpai selalu
datang disaat aku membutuhkan seseorang? Airmataku terus mengalir, tak kuasa
aku menahannya.
==
Tak terasa, rembulan sudah menyapa,
hari pun mulai gelap. Itu artinya sudah lumayan lama kami terdiam satu sama
lain, sejak aku berhenti menangis.
“sepertinya
sudah agak larut ya? Ayo kuantar” ajak Shiro-senpai melihat kecemasan di
wajahku.
“ah .. iya
..” jawabku singkat pada senpai.
Lampu-lampu mulai menghiasi gelapnya
malam, serta angin dingin yang berhembus membuatku agak mengigil.
“dingin ya?” Tanya senpai padaku
“ah .. iya
.. aku memang mudah kedinginan” jawabku
Setelah aku berkata demikian,
tanganku digenggamnya dengan erat. Hangat sekali rasanya. Seulas senyum pun
terlihat di wajahku.
“sudah
hangatkan?” Tanya senpai lagi.
Pipiku merona karena perkataannya.
Memang hangat tanganku yang digenggamnya. Tapi .. rasanya ada yang lain. Kami
hanya terdiam selama perjalanan ke rumahku.
“nah ..
sudah sampai .. arigatou senpai sudah mengatarku” aku berterimakasih pada
senpai dengan wajah merona.
“ahaha …
bukan apa-a …” ucapan senpai terhenti saat kami mendengar sesuatu jatuh dari
dalam rumahku.
Tawa kami pun terhenti. Aku mulai
panik dan segera berlari ke dalam. Shiro-senpai pun ternyata mengikutiku.
Mataku melebar melihat apa yang kutemui saat sampai di dapur.
“IBUU !!?”
ucapku keras karena kaget.
Kulihat tubuh ibuku ambruk di depan
kompor. Mungkin kah dia mau menyiapkan makan malam untukku? Ah .. apa pun itu
yang jelas keadaan ibu lebih penting!
“ibuu ..
.sadarlaah … ibuuu” ucapku sambil mengguncangkan tubuh ibuku yang tak sadarkan
diri.
“nozomi …
tenanglah .. kau duduk saja disana.. biar aku cek keadaan ibumu” ucap
shiro-senpai berusaha menenangkanku.
Bagaimana aku bisa tenang? Sedangkan
orang yang telah merawatku seorang diri kini tak sadarkan diri … aku terus
menerus menyesal atas apa yang telah aku perbuat pada ibu .. mungkinkah ini
karena dia terlalu memaksakan diri untuk bekerja sambil merawatku? Tuhan … apa
yang harus kuperbuat sekarang?
“nozomi …”
panggil senpai menyadarkanku dari lamunan
Aku hanya menatap Shiro-senpai yang
memanggilku kosong. Berharap keadaan ibu baik-baik saja. Tidak terjadi apa-apa
padanya. Hanya itu .. yang kuharapkan sekarang.
“aku ..
benar-benar minta maaf .. nozomi” ucap senpai lirih
Mendengar perkataanya aku sudah tau.
Tapi .. ini tidak mungkin. Tidak mungkin! Tadi pagi ibu masih baik-baik saja,
ia bilang hanya agak demam. Tapi .. kenapa?
“bohong …”
seruku sambil menahan tangis
“maaf ..
nozomi .. ibumu ..”
“bohong …
pasti senpai bohong kan?” ucapku dengan nada tak percaya
“nozomi ..”
senpai memanggil namaku lirih
“tidak … ini
tidak mungkin … tidak mungkin ibu tega meninggalkanku sendiri …” seruku sambil terisak
Shiro-senpai mengusap kepalaku. Ia berusaha
menenangkanku yang benar-benar terguncang. Walau pun tangannya benar-benar
hangat. Tapi .. berbeda sekali dengan kehangatan yang diberikan ibu padaku.
Masih teringat jelas di benakku,
peluknya, ucapannya, kasih sayangnya, segala tentang dirinya. Padahal tubuhnya
masih sehangat ini, berkas airmatanya pun masih terlihat. Tapi .. kenapa harus
secepat ini? Tuhan .. inikah caramu menghukum hambamu yang telah banyak berdosa
ini? Kalau iya .. ini benar-benar tidak adil .. kenapa harus ibuku?
“nozomi ..
istirahatlah .. biar aku yang menghubungi kerabatmu” ucap senpai menenangkanku
lagi.
“ka .. kami
.. tidak memiliki kerabat” ujarku singkat
“hah? Tidak mungkin
kan? Pasti ibumu memilik saudara kan? Atau nenekmu?”
“ibuku anak
tunggal .. sedangkan nenekku sudah lama meninggal begitu juga kakekku” jelasku
pada senpai
Shiro-senpai terdiam sesaat. Mungkin
dia berpikiran untuk menanyakan tentang ayahku. Oh iya … tadi pagi ibu bilang
.. ayah akan segera menemuiku. Apa maksudnya kami akan bertemu di pemakaman
ibu? Kalau benar begitu lebih baik selamanya aku tidak bertemu dengan ayahku.
“kalau
tetangga? Apa tidak satu pun dari mereka yang peduli padamu?”
Aku hanya diam saja sambil berpikir.
Memang semua tetangga kami selalu mengucilkan kami. Tapi, kalau kuingat-ingat
ada 1 keluarga yang hanya diam dan tak mengazuhkan semua hinaan yang tertuju
pad kami. Entah karena mereka memang tidak peduli atau hanya tidak ingin
terlibat dengan kami. Yang mana pun itu aku tidak tahu.
“mungkin ada
… hanya kelarga Kazami yang tidak ikut mnegucilkan kami” ucapku singkat pada
senpai
“Kazami ya? Kalau
begitu kamu istirahat saja dulu. Soal ibumu aku yang urus. Daijoubu watashi
koko ni iru yo13 ..” ucap senpai lembut sambil tersenyum padaku
Aku tidak mengerti dengan senpai. Shiro-senpai
bukanlah siapa-siapa tapi .. kenapa dia begitu baik padaku? Andai ibu tahu ..
aku memiliki teman seperti senpai. Pasti ia akan sangat senang melihatku yang
tidak pernah mempunyai teman bisa berteman dengan orang sebaik senpai. Tapi rasanya
percuma saja kalau aku ceritakan semua padanya saat ini.
==
“kau sudah
bangun nozomi” ucap seorang wanita yang agak asing bagiku
Kubuka mataku perlahan. Agak sulit
membukanya, mataku sembab karena terus menangis semalaman.
“kau pasti
sangat sedih ya?” ucap seorang wanita yang ternyata nyonya keluarga Kazami.
“ibu kazami?
Kenapa…” ucapanku terhenti saat mengingat apa yang terjadi semalam.
“semalam ..
nak Shiro menemui kami di rumah .. ia bilang ibumu mendadak jatuh dan akhirnya
meninggal di dapur ..” ucap ibu kazami dengan penuh hati-hati, takut-takut
malah menyinggung perasaanku.
“kami
sekeluarga benar-benar shock mendegar kabar tersebut … karena itu aku disini …
soal pemakaman ibumu semua diurus oleh nak Shiro .. pemakamannya akan dilakukan
nanti siang .. jadi lebih baik kau bersiap saja dari sekarang, nozomi” jelas
ibu kazami lembut padaku
“iya ..”
jawabku singkat
Rasanya tidak percaya. Baru kemarin
aku benar-benar merasakan hangatnya kasih sayang seorang ibu, siang ini aku
sudah harus mengantarkannya pergi ke tempat peristirahatan terakhirnya.
Kubuka jendela kamarku. Kuhirup udara
segar, tak lagi dapat menjernihkan pikiranku saat ini. Angin yang berhembus
sepoi-sepoi, mendadak berhembus kencang seakan mempertandakan sesuatu.
Kulihat secarik kertas jatuh di
dekat kakiku. Mungkin saja terbawa angin tadi. Penasaran, aku pun memungutnya. Betapa
kagetnya aku melihat isi kertas itu.
Nozomi anakku …
Jika kau membaca ini .. itu artinya
aku sudah tidak dapat berada di sisimu lagi ..
Maafkan ibu nak .. ibu benar-benar
minta maaf kalau selama ini kau telah banyak menderita ..
Soal ayahmu .. maafkan ibu selama ini
tak pernah menceritkannya padamu ..
ibu hanya tidak ingin kau bersedih
karena sikapnya padamu jauh sebelum kau lahir ..
walau pun harus membesarkanmu seorang
diri ..
ibu tidak keberatan asal ibu bisa
selalu bersamamu .. sampai akhir hayat ibu nak …
salam cinta … ibumu ..
Kagami Chitose
Kagami Chitose … begitu membaca
kalimat terkakhir dari surat itu, tetesan airmata segera jatuh di pipiku. Ibu …
maafkan aku .. maaf … selama ini aku tak pernah menyadarinya … selama ini aku
hanya bisa menuntut padamu … tak sekali pun aku menyadri betapa terlukanya
perasaanmu ..
Ibu … selama ini kau telah berjuang
membesarkanku seorang diri .. sampai-sampai kau tak pernah mempedulikan dirimu
sendiri. Aku benar-benar menyesal atas sikapku selama ini ibu .. tapi .. sekarang
kau sudah tenang di sana
nazeka namida ga tomaranai...
kore ga watashi no nozonda "kokoro"?
nande fukaku setsunai...?
kore ga watashi no nozonda "kokoro"?
nande fukaku setsunai...?
dakedo, ima kidzuki hajimeta umareta riyuu o
Arigatou .. Okaa-san ..14
13 Tenang saja .. aku
akan tetap berada disini
14Kenapa? Airmataku
tak berhenti mengalir,
Inikah yang dinamakan hati?
Sangat menyakitkan,
Tapi, sekarang aku bisa mengetahui alasan mengapa aku
dilahirkan,
Terima kasih, ibu ..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar