Falling down

Selasa, 04 September 2012

Cerpen : Kotoba


Kotoba1
1Perkataan

Pagi itu, seharusnya menjadi awal yang menyenangkan. Ya, hari pertamaku di SMP, seharusnya menjadi moment yang menyenangkan, tapi tidak begitu denganku.
“hei .. hei … kamu lihat tidak anak yg duduk di pojok sana?”
“ya, memangnya ada apa sih?”
“dia itu tuh ... psst”
‘Hei … tidak perlu bisik-bisik begitu kan? Aku tahu apa yg kalian bicarkan’ ucapku dalam hati.
Itulah yang membuatku murung hari ini, lagi-lagi aku dikucilkan seprti saat tk maupun SD. Lelah rasanya hatiku jika memikirkannya. Tanpa terasa kakiku sudah berjalan sampai halaman belakang.
“ternyata ada tempat seperti ini juga disini”
Yah, kukira kehidupanku disini akan menjadi benar-benar menyedihkan dan membosankan, ternyata tidak juga.
“heh … kamu!”
Glek! Baru saja aku berpikir ada hal yang menyenangkan di sekolah ini. Kupikir aku ketahuan membolos dihari pertama oleh guru, tapi saat kutolehkan kepalaku ke belakang.
“sedang apa kamu disini?”
Ternyata yang berada disana bukanlah guru yang bersiap memarahiku, melainkan seorang laki-laki berambut hitam legam, berkulit putih susu, dan bermata tajam. Saking tajamnya bulu romaku berdiri semua saat kami bertatapan mata.
“hei! Ditanya kok malah melamun? Sedang membolos ya!?”
“aa .. a .. ku …” jawabku gugup
Kulihat di lengan kanannya, pita putih berlambang bintang merah dengan pinggiran kuning di pita. Rupanya dia ini petugas kedisiplinan toh, pantas saja menegurku. Tunggu … kalau dia petugas kedisiplinan, itu artinya dia akan menghukumku yang sedang membolos ini? Hiii .. takuuuut!
Dia mulai berjalan ke arahku. Bagaimana ini? Apa yang harus kukalukan? Aku tidak mau dihukum dihari pertamaku, sudah cukup aku dikucilkan tadi jangan ditambahkan dengan hukuman.
Ditengah ketakutan yang kurasakan, entah kenapa tiba-tiba saja dadaku tersa sesak tak karuan. Sesak ini beda dari yang kurasakan tadi, aku yakin saat ini wajahku memerah karena menahan sesak. Dia semakin dekat, semakin mendekat. Dadaku benar-benar terasa sesak.
Bruuk ..
Lho? Kok? Kutolehkan kepalaku, kulihat ia berjalan ke arah kursi yang berada tepat di belakangku, dan merebahkan badannya disitu. Jantungku hamper copot, kukira dia akan menghukumku, atau apalah itu yang biasa dilakukan ‘petugas kedisiplinan’ lainnya.
“Ka … kamu sendiri kenapa … berada disini?” tanyaku gugup
“hmm … istirahat … mungkin” jawabnya ketus
Mulutku reflex mencibirnya dengan suara pelan. Apa-apaan dia itu? Dia menegurku tapi malah dia istirahat di saat jam pelaharan? Apa itu maksudnya dia juga bolos? Lagipula bisa-bisanya seorang petugas kedisiplinan justru melanggar peraturan? Benar-benar deh.
==
Bel sekolah berbunyi, tanda semua pelajaran sekolah berakhir dan semua murid bergegas pulang ke rumah. Aku masih kesal dengan petugas kedisiplinan itu. Sepanjang jalan ke rumah, aku tak henti-hentinya mencibir orang itu.
Kakiku pun terhenti di depan pagar sebuah rumah bertulisakan “Asaki”. Aku berpikir dua kali untuk memasukki rumah itu. Akhirnya dengan mengesampingkan egoku dan berpikir aku tidak mempunyai tempat tujuan lagi, dengan berat hati aku memutuskan untuk masuk.
“Tadaima2” ucapku agak keras
“Okaeri3 .. nozomi” sambut seorang wanita paru baya yang berparas layaknya perempuan berumur 20 tahun.
Ya, dialah ibuku. Orang yang selama ini telah membesarkanku seorang diri, tanpa seorang suami disampingnya.
2aku pulang, 3selamat datang
“lho? Nozomi? Ada apa denganmu? Bagaimana hari pertamamu?” Tanya ibuku.
Aku terdiam mendengar pertanyaannya. Bagaimana hariku katanya? Apa maksudnya “senang tidak dengan sekolahmu?” atau “ apa kau sudah punya teman?”
Jangkan teman, aku justru malah bertemu dengan orang yang benar-benar menyebalkan. Memikirkannya saja sudah membuatku kesal.
“sepertinya tidak begitu beruku ya? Terlihat jelas diwajahmu.” Ucapnya seraya tersenyum kepadaku.
“ibu tidak bisa lihat ya? Bagaimana mungkin menyenangkan? Jelas-jelas aku sedang kesal, lagipula tidak ada kebahagiaan untuk orang sepertiku!”
Tanpa terasa airmataku sudah jatuh dan mengalir. Buru-buru kuhapus airmataku, aku pun berlalu menuju kamar tanpa mempedulikan ibu yang kaget melihatku tiba-tiba menangis.
‘tidak ada kebahagiaan untuk orang sepertiku!’
Kata-kata itu masih terngiang di kepalaku. Ya, orang sepertiku takkan pernah merasakan kebahagiaan. Setiap kali masuk sekolah maupun bermain aku selalu dikucilkan karena tidak memiliki ayah. Pandangan aneh lingkungan sekitar, bisikan para tetangga, belum lagi bullying disekolah.
Apalagi saat melihat sebuah keluarga sedang asyik bermain di taman. Pedih hatiku melihatnya.
Jangankan kasih sayang dari seorang aya, dari ibu pun aku jarang sekali mendapatkannya. Ibu selalu menyibukkan dirinya dengan pekerjaannya, walaupun aku tahu itu semua ia lakukan demi diriku. Tapi, aku aku tahu semua kesibukkannya hanyalah alasan agar aku tidak menanyakan keberadaan ayahku lagi.
Kusingkirkan airmataku, kubuka jendela kamarku, kupandangi bintang dilangit. Cahayanya yang terang benderang selalu membuat hatiku nyaman. Andai aku jadi bintang pun, pasti cahayaku tak seterang bintan lainnya.
Mendadak aku terbayang wajah ‘petugas kedisiplinan’ itu. Pipiku mulai memanas saat membayangkan tatapan tajamnya. Kupeganggin pipiki, aku menggelengkan kepalaku. Ada apa denganku? Kenapa aku berdebar-debar hanya dengan membayangkan wajahnya saja?
Apa kah ini cinta?
Tunggu … tidak mungkin itu cinta. Aku menggelengkan kepalaku lagi. Tidak mungkin aku merasakan cinta. Itu kebahagiaan yang terlalu besar untukku.
==
Langit yang cerah, bunga sakura yang masih bermekaran, hembusan angin sepoi-sepoi, dan tumpukan kardus ditangan.
Beberapa saat yang lalu…
“Asaki-san!”
“ada apa pak?” tanyaku pada Kuzuryuu-sensei, guru olahraga yang masih lumayan muda.
“maaf merepotkanmu … tapi .. apa kau bisa membawakan ini ke gedung olahraga?” ucapnya sambil menyerahkan tumpukan kardus yang lumayan tinggi.
“etto … tapi pak .. aku …” ucapanku  terhenti saat kulihat ryuu-sensei sudah tidak ada di tempatnya.
“kali ini aku benar-benar apes… baru mau santai sudah dikasih tumpukan kardus yang berat” gumamku.
Yah, daripada dikucilkan terus dikelas lebih baik aku melakukan hal yang lebih berguna sih. Walaupun tidak seperti ini juga yang kuharapkan.
Lho? Kok? Entah kenapa tiba-tiba saja tumpukan kardus yang ada ditanganku terasa lebih ringan. Penasaran, kutolehkan kepalaku. Aku agak kaget melihat siapa yang kulihat.
“pe … petugas kedisiplinan !?” ucapku kaget
“hah !? petugas kedisiplinan katamu? Benar-benar tidak sopan! Aku ini punya nama!” bentaknya.
“tapi .. memang benar kan .. kau itu petugas kebersihan? Lagi pula aku tidak tahu namamu” ucapku refleks membalas perkataannya. Tapi kalau dipikir lagi ucapanku itu seperti aku ingin tahu siapa namanya. Ah .. tidak tidak .. segera kusingkirkan pikiranku yang macam-macam itu.
“Shoukin …”
“are4?”
“Yashiro Shoukin itu namaku! Ingat baik-baik!” lanjutnya
4Eh?
“aree? Untuk apa aku mengingatnya? Apa itu berguna untukku?” jawabku ketus
“hehehe … kau seharusnya bangga bisa berjalan berdua denganku … aku yakin kau akan menyesali kata-katamu itu nanti!” ucapnya membalas ucapanku yang ketus
            Orang ini benar-benar deh … beda banget dari kesan awalnya. Kukira ia cowo yang cool. Ternyata ga lebih dari cowo yang memiliki tingkat Percaya Diri yang overlimit.
“kemana?” Tanyanya singkat
“are?”
“kau itu bodoh atau apa sih? Maksudku mau dibawa kemana kardus-kadus ini?” tanyanya kesal
“ke gedung olahraga” jawabku singkat sambil menunjuk gedung olahraga disebelah kiri lapangan.
“oh … ngomong-ngomong aku belum tahu namamu … siapa namamu?”
“kau yakin ingin tahu namaku? Tidak menyesal nanti” godaku padanya.
“rupanya ada yang kepedean nih … seharusnya aku yang berkata begitu tadi “ ucapnya dengan bangga
“tch … Asaki … Nozomi Asaki … kelas 1-3”
“ahaha … akhirnya bicara juga .. sepertinya kmau tergolong cewe tsundere5 ya?” ucapnya sambil tertawa
“tsu .. tsundere katamu !!? dengar ya .. aku itu ..” ucapanku terhenti mendengar tawanya yang semakin jadi.
“hahahaha …. Itu!! Sifatmu yang seperti itu lah yang membuatmu jadi tsundere!!” ucapnya sambil menahan tawa.
Disisi lain ..
“hei … lihat! Bukan kah itu Shoukin-sama6 ?”
“iya … sedang bersama siapa diaaa !!? awas saja .. akan kuselidiki perempuan itu”
==
5tsundere adl gabungan dari kata tsun-tsun dan dere-dere; 6shoukin-sama = tuan shoukin

“benar disinikan?” Tanya shoukin-senpai padaku
“iya … arigatou, shoukin-senpai7” ucapku berterimakasih padanya
“hei … jangan panggil aku senpai apalagi margaku … rasanya formal sekali” protesnya padaku
“la .. lalu? Aku harus panggil apa?” tanyaku pura-pura tidak tahu
“ck … otakmu benar-benar sudah harus diservis ya? Sudah jelaskan … SHI – RO .. panggil aku shiro!”
“kau memang kakak kelas yang tidak sopan yah” ucapku sebal
“yasudah … kalau kau butuh bantuan datang saja ke kelasku … kelas 2-1 … mata ashita8 ..” ucap shiro-senpai sambil melambaikan tangannya.
            Walaupun ucapannya ketus dan kasar tapi aku dapat merasakan kelembutan dibalik ucapannya itu. Begitu pikirku, hingga aku tak sadar pipiku sudah memerah lagi.
Shiro-senpai ..
==
            Perutku sudah mulai meminta jatahnya, itu artinya saatnya jam makan siang. Segera kuambil kotak bentoku9 dan bergegas menuju halaman belakang.
Bruuk …
“go .. gomenasai10 ..”ucapku lemas.
“maaf katamu? Kata maaf tidak cukup atas apa yang telah kau perbuat .. Asaki-san” ucap salah seorang kakak kelas yang kutabrak tadi.
“ayo ikut kami .. akan kami buat kau tau apa itu etiket seorang fans apalagi kalau adik kelas” ucap kakak kelas yang tadi kutabrak seraya menyeretku ke ruang audio visual.
            Ruang audio visual jarang sekali dipakai, memang cocok sekali untuk tempat membully seseorang. Dan kali, ini akulah korbannya. Sudah sering sekali aku ke tempat seperti ini, bedanya waktu tk aku dibawa ke taman belakang yang jarang dikunjungi oleh anak lain.
“jadi … mau kita apakan anak ini, aya?” ucap teman kakak kelas yang tadi kutabrak, yuri-senpai
“hmm … sepertinya rambut ini tidak cocok untuknya .. bagaimana kalau kita perbaiki modelnya agar cocok untuknya, yuri?” ucap kakak kelas yang dipanggil aya oleh yuri-senpai.
                                                                                                                                    9Bekal; 10 maafkan aku
            Aya-senpai mulai mendekat ke arahku sambil membawa gunting yang ternyata sudah dipersiapkannya dari tadi. Padahal aku sudah biasa diperlakukan seperti ini, tapi entah kenapa aku merasa ini akan menjadi bully yang lain dari yang sebelumnya.
PLAAAK …
            Sebuah tamparan hebat mendarat tepat di pipiku. Aku benar-benar takut. Bagaimana kalau aku sampai terluka parah? Apa akan ada yang menyadarinya? Apa akan ada yang menolongku? Apa akan ada yang mempedulikanku? Saking takutnya kakiku benar-benar lemas, airmataku pun mulai mengalir keluar.
“kau benar-benar tidak tau diri ya … baru masuk saja sudah sok dekat dengan shouki-sama! Apalagi sampai memanggil nama kecilnya!” bentak yuri-senpai
“apalagi … orang sepertimu … benar-benar tidak sebanding untukknya .. dasar anak haram!” ucap aya-senpai sambil menggoreskan gunting yang ia pegang dipipiku
BRAAAK …
“Hei! Ada apa ini !? Apa yang sedang kalian lakukan?” ucap shiro-senpai yang kaget melihatku ketakutan.
“ettoo .. ini .. ini …” ucap aya-senpai gugup
            Shiro-senpai segera menarikku ke arahnya. Tak kusangka tenaganya kuat, saking kuatny aku hamper jatuh kalau saja dia tidak menahan tubuhku. Aya-senpai dan yuri-senpai hanya bisa terdiam, sepertinya mereka ketakutan, dan akhirnya hanya bisa pergi meninggalkan kami berdua.
“daijoubu11 ?” Tanya shiro-senpai padaku yang masih ketakutan.
            Aku sendiri hanya diam, karena ketakutan. Tapi ketakutan yang kali ini kurasakan berbeda dari yang tadi. Kenapa mereka bisa mengetahui tentang ayahku !? itulah yang membuatku ketakutan.
Tiba-tiba saja kurasakan kehangatan yang tak pernah kurasakan, ya pelukan yang hangat. Aku sama sekali tak pernah merasakannya bahkawa sedari aku kecil. Saat itu juga tangisku pecah, aku menangis didalam dekapan shiro-senpai. Kehangatannya membuatku ingin menumpahkan segala kegundahanku selama ini.
Sebelumnya aku tak mengira akan menangis seperti ini didepan orang yang baru saja kukenal. Bahkan sampai tadi aku tak pernah sekali pun menangis sehebat ini. Ada apa dengan ku?
==
“ini minumlah” ucap shiro-senpai sambil memberiku sekaleng teh yang baru saja ia beli.
“arigatou” ucapku sambil menerima teh dari shiro-senpai
            Kubuka penutup kaleng itu, lalu kuminum teh tersebut. Dapat kurasakan sakitnya tenggorokkanku akibat dari menangis tadi.
“jadi .. sebenarnya ada apa?” Tanya shiro-senpai lembut padaku.
“se .. senpai … bagaimana bisa menemukanku?” tanyaku mengalihkan pertanyaan shiro-senpai
“kau mengalihkan pertanyaanku!” ucapnya mengetahui perbuatanku.
            Aku hanya diam mendengar perkataan shiro-senpai. Sebenarnya aku ingin mengatakannya, tapi aku tidak siap jika harus menceritakan tentang ayahku juga.
“aku … “ ucap shiro-senpai mengawali pembicaraan ditengah keheningan kami.
“awalnya .. aku merasa aneh … tidak biasanya saat jam makan siang kau tidak berada di halaman belakang … aku sempat merasa ada sesuatu yang buruk terjadi padamu” lanjutnya
“merasa .. aku dalam bahaya maksud senpai?” tanyaku penasaran
“iya … saat aku sedang mencarimu .. ada anak yang melihatmu sedang diseret oleh aya dan yuri”
“eeh? Senpai kenal mereka?” tanyaku kaget.
“tentu saja … mereka memang selalu cari perhatian kalau didepanku dan selalu mengganggu siapa pun yang berada di dekatku” ucap senpai mengejutkanku.
            Apa itu artinya senpai sempat memikirkanku? Apa itu artinya aku ini orang yang deket dengan senpai? Seandainya benar begitu .. aku …
“nozomi? daijoubu? Kau melamun?” ucap senpai menyadarkanku dari lamunanku.
“daijoubu desu .. aku hanya ..”
“ceritakan saja .. jangkan sungkan padaku .. walaupun kita baru kenal beberapa hari ini .. tapi kau sudah kuanggap sebagai sahabatku sendiri” ucap senpai yang membuat dadaku terasa hangat, rasanya ingin kutumpahkan semuanya saat itu juga.. tapi …
==
“jadi begitu … mereka melihatmu berjalan denganku lalu menggangapmu lancang?”
“iya … padahal kukira alasan mereka berbuat seperti itu karena aku telah menubruk aya-senpai”
“kau ini benar-benar bodoh ya!” bentak senpai sambil menyentil jidatku
“mana mungkin alasan seperti itu dijadikan alasan untuk membully?”
            Senpai salah. Hal sekecil itu justru sangat berpotensi untuk menjadi alasan pembullyan. Dulu waktu aku SD, hanya karena mereka tidak mau tertular ‘virus anak haram’ dariku. Aku dibully habis-habisan oleh teman-temanku. Bahkan itu sudah berlaku sejak umurku sekitar 2-3 tahun.
“ahahaha .. iya juga ya ..” balasku seraya tertawa untuk menutupi kebohonganku.
            Gomenasai, senpai. Semua yang kukatakan pada senpai hanyalah kebohongan semata. Selintas aku berpikir, aku dan ibu tidak lah beda, kami sama-sama berbohong pada orang yang kami sayangi.
“senpai … sepertinya aku harus segera kembali ke kelas .. soalnya setelah ini aku ada pelajarannya kiita-sensei .. hehe” ucapku sambil menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal.
“kiita-sensei … Ah! Guru sastra klasik yang super sadis itu kan! Si fanatic Genji Monogatari!” ucap shiro-sensei dengan kerasnya.
“ahaha .. genji monogatari … iya sudah ya .. pai pai” ucapku sambil melambaikan tangan pada shiro-senpai.
            Shiro-senpai melambaikan tanda padaku, pertanda hari ini kami akan berpisah, bahkan mungkin mungkin kami tidak akan bertemu lagi sampai seterusnya.
==
            Kulangkahkan kakiku dengan berat, cahaya lampu jalan memberiku penerangan ditengah gelapnya malam. Aku tidak tahu harus kemana mala mini, pulang ke rumah atau tidak.
Drr … drrr …
            Handphone-ku bergetar, kulihat terdapat tulisan Okaa-san12 di layar handphoneku. Kubiarkan hp-ku berdering hingga tidak bordering lagi. Rupanya dia baru menyadari kalau aku belum pulang ke rumah ya? Hanya itu yang ada dipikiranku.
11baik-baik saja? 12 Ibu
==
“nozomi! nozomi! bangun … nozomii”
            Aku mendengar suara yang sangat familiar bagiku, sangat tidak asing. Walau pun masih setengah mengantu, aku berusaha membuka mataku. Yang kulihat yang di depan mataku adalah ..
“ibu ..”ucapku saat melihat sosok ibuku yang refleks memelukku saat aku terbangun tadi.
“kau baik-baik saja nak?” ucap ibu sambil mengelus bekas tamparan dipipiku.
            Kulihat ia seperti sedang menahan tangis saat mengelus pipiku. Matanya berkaca-kaca, airmatanya belinangan seakan kelenjar airmatanya tak sanggup lagi membendung airmata ibuku. Disentuh bekas tamparanku lagi, ia juga menyentuh bekas goresan gunting di sisi lain pipiku.
Aku tak kuat lagi menahan airmataku. Dan akhirnya aku pun menangis, rasanya sama seperti saat aku menangis dipelukkan shiro-senpai. Begitu hangat sampai akhirnya airmataku keluar begitu saja.
“semua ini gara-gara ibu …” ucapku tak kuasa menahan beban yang selama ini kutanggung
“gara-gara ibu .. tidak mengatakan siapa ayahku … aku harus merasakan penderitaan ini ..” lanjutku sambil menangis terisak-isak.
            Mendengar ucapanku, ibu langsung memelukku tubuhku. Begitu erat hingga aku sulit untuk bernafas. Namun, dapat kurasakan airmatanya mengalir di punggungku. Samar-samar aku mendengar ..
“maaf .. nozomi” bisik ibu di telingaku
“maafkan ibu … tunggulah sebentar lagi … ayahmu pasti akan menemuimu” lanjut ibu seraya melepaskan pelukannya dan pergi meninggalkanku yang penuh tanda tanya ini.
            Apa aku tidak salah dengar? ‘Ayah’ katanya tadi? Mungkinkah … ayahku masih hidup? Dan akan menemui kami? Apa benar begitu? Apa itu artinya semua cacian para tetangga kami itu bohong?
            Tapi .. kalau memang benar begitu … kenapa selama ini ibu menutupi kenyataan itu padaku … atau mungkin apa yang mereka katakana tentangku itu benar? Apa aku benar-benar tidak memiliki ayah?
Apa pun itu … aku harus mengetauhinya … aku sudah cukup besar untuk mengetahui semuanya dengan jelas.
==
Took .. took ..
“nozomi … ayo banguun .. nozomii”
            Kudengar suara ibuku sedang membangunkanku. Rasanya aneh .. tidak biasanya ibu yang membangunkanku. Biasanya alarm selalu berhasil membangunkanku.
“alarm-mu sudah bunyi daritadi tapi kau tidak bangun juga .. jadi ibu bangunkan kamu” ucap ibu seolah iya dapat membaca pikiranku. Ibu memang hebat ..
            Aku hanya bisa tersenyum mendengar ucapannya. Sepertinya aku kelelahan gara-gara kejadian kemarin. Aku masih ingat dengan jelas kejadian semalam, pelukannya, tangisnya, juga … ucapannya.
“ibu …” panggilku dengan suara yang sangat pelan
“ya?”
“ibu … dimana .. ayah sebenarnya bu?” tanyaku singkat pada ibu.
            Aku tahu ini bukan saatnya untuk menanyakan hal ini. Dan .. entah hanya perasaanku saja atau suara ibu agak lain dari biasanya, walaupun nadany terdengar lembut tapi ..
“nozomi …” ucap ibu setalah terdiam sekian lama
“cepat sarapan … nanti kau akan telat lho” lanjut ibu seraya tersenyum lembut … atau lirih?
            Melihat wajah ibu aku jadi tak bisa berkata dan hanya melakukan apa yang ia suruh. Pertama kalinya aku begini, padahal biasanya aku selalu bertindak sesukaku. Setelah kurapikan tempat tidurku, aku langsung pergi ke kamar mandi.
            Sejak tadi malam aku jadi berpikir … apa yang dinamakan hati itu ya? Kenapa aku baru bisa merasakan adanya kebahagiaan dan kesedihan di sekitarku sekarang?
            Tanpa terasa airmataku mulai mengalir lagi. Aku benar-benar tak tau apa yang sedang kurasakan. Mendadak kuingat ucapan ibuku semalam, sakit rasanya hatiku .. itukah yang dinamakan sedih? Lalu bagaimana dengan bahagia?
“nozomii … cepatlaah .. kalau tidak nanti kau akan terlambat” teriak ibuku dari ruang makan.
“iya buu” ucapku sambil berjalan menuju ruang makan.
            Aku langsung duduk di meja makan dan menyantap makananku. Sekilas aku terpikir oleh ucapanku tadi. Apa ucapanku akan membuat ibu bersedih? Apa ucapanku akan melukainya?
“oh iya … ibu tidak pergi bekerja?” tanyaku penasaran dengan ibu yang masih di rumah di hari kerja seperti ini.
“tidak … uhuk … hari ini ibu tidak masuk sepertinya ibu agak demam”
“oh begitu ya …” aku hanya bisa berkata seperti itu sambil memakan sarapanku.
“oh iya .. soal ayahmu ….” Ucap ibu singkat seketika menghentikan tanganku yang sedang memegang roti lapis coklat buatan ibu.
            Ayah? Apa ibu ingin menjawab pertanyaanku soal ayah? Mungkin kah?
Drrr … drr … handphoneku berdering
‘ck .. tidak tau kalau aku sedang membicarakan hal penting apa? Lagian siapa sih yang sms’ umpatku dalam hati.
            Kulihat layar handphone-ku, Yashiro Shoukin, Shiro-senpaaai! Tunggu dulu .. ada apa ya .. kenapa senpai sms jam segini? Penasaran, kulihat sms darinya ..
Nozomi … sekarang kau dimana?
Apa kau tidak masuk sekolah?
            Are? Kenapa senpai bertanya seperti ini? ‘kau tidak masuk sekolah’? apa maksudnya ..
“AAAAH!” teriakku mengejutkan ibuku.
“ada apa nozomi?”
“AKU TELAAAAAT!” ucapku dengan keras lalu pergi keluar secepat kilat.
==
            Setelah perjuangan berat, akhirnya aku masuk ke kelas dengan selamat. Untunglah tadi shiumi-sensei sedang menunggu kereta yang terlambat, jadi saat aku masuk ke kelas pelajarannya belum dimulai.
            Walau pun merasa agak lega. Tapi kenapa perasaanku tidak enak begini yah? Ada apa ini? Apa ada hubungannya dengan ayahku?
Kriiing ….
            Ah … sudah saatnya makan siang ya? Tapi kenapa aku belum lapar? Tidak biasanya seperti ini … aku terus berjalan tanpa tau kemana arah kakiku melangkah. Langkah kakiku terhenti saat melihat sekerumunan orang sedang berkumpul di depan mading sekolah.
‘ada apa itu ya?’ gumamku dalam hati
            Awalnya aku tidak peduli pada apa yang mereka lihat. Tapi … eku merasa saat aku lewat banyak pandangan aneh mengelilingiku. Pandangan ini. Aku kenal baik pandangan ini. Tak salah lagi, pasti ada sesuatu yang berhubungan dengan ayahku.
            Terpaksa, akhirnya kulihat apa yang tertempel di madding tersebut. Mataku melebar saat melihat  apa yang tertempel disitu.
“Nozomi Asaki 1-3 lahir tanpa ayah! Dia anak haram!” tertulis besar di bagian atas kertas tersebut. Refleks kurobek kertas itu. Sambil menahan tangis dan malu, aku segera berlari keluar dari kerumunan itu.
Siapa yang tega melakukan hal seperti ini!? Siapa? Kakiku berhenti melangkah. Aya-senpai! Pasti dia pelakunya. Kalau aku tidak salah ingat .. dia sempat menyebut ayahku saat membully-ku waktu itu.
Kenapa harus seperti ini? Kenapa aku harus bertemu Aya-senpai? Kenapa disaat ibu hendak memberitahuku tentang kebenaran ayah? Kalau saja aku tidak bertemu dengannya .. tapi kalau dikipir lagi … seandainya saja aku tidak bertemu Shiro-senpai … pasti aku takkan mengalami hal seperti ini …
Greeb ….
            Ada yang sedang menggenggam tanganku. Rasanya hangat sekali. Benar-benar hangat. Aku mengenali kehangatan ini. Kutolehkan kepalaku ke belakang, benar saja dugaanku.
Shiro-senpai ….
“nozomi? daijou .. bu?” Tanya shiro-senpai ragu melihat aku yang sedang menangis
            Kupalingkan wajahku ke depan. Kutundukan kepalaku menahan malu karena dlihat dalam keadaan seperti ini, apalagi oleh Shiro-senpai.
“senpai … pergilah” kataku sambil terisak
“kau .. ti .. tidak mau kan .. terlihat bersama dengan orang sepertiku” ucapku seraya menoleh kearah senpai dengan genangan airmata.
“kau .. pasti tidak percayakan? Memang benar .. aku lahir tanpa ayah … karena itu .. pergilah sen …”
            Belum sempat kulanjutkan perkataanku. Seketika itu juga Shiro-senpai memelukku begitu erat. Sama seperti waktu itu. Saat ia menemukankku sedang dibully. Kenapa? Kenapa senpai selalu datang disaat aku membutuhkan seseorang? Airmataku terus mengalir, tak kuasa aku menahannya.
==
            Tak terasa, rembulan sudah menyapa, hari pun mulai gelap. Itu artinya sudah lumayan lama kami terdiam satu sama lain, sejak aku berhenti menangis.
“sepertinya sudah agak larut ya? Ayo kuantar” ajak Shiro-senpai melihat kecemasan di wajahku.
“ah .. iya ..” jawabku singkat pada senpai.
            Lampu-lampu mulai menghiasi gelapnya malam, serta angin dingin yang berhembus membuatku agak mengigil.
 “dingin ya?” Tanya senpai padaku
“ah .. iya .. aku memang mudah kedinginan” jawabku
            Setelah aku berkata demikian, tanganku digenggamnya dengan erat. Hangat sekali rasanya. Seulas senyum pun terlihat di wajahku.
“sudah hangatkan?” Tanya senpai lagi.
            Pipiku merona karena perkataannya. Memang hangat tanganku yang digenggamnya. Tapi .. rasanya ada yang lain. Kami hanya terdiam selama perjalanan ke rumahku.
“nah .. sudah sampai .. arigatou senpai sudah mengatarku” aku berterimakasih pada senpai dengan wajah merona.
“ahaha … bukan apa-a …” ucapan senpai terhenti saat kami mendengar sesuatu jatuh dari dalam rumahku.
            Tawa kami pun terhenti. Aku mulai panik dan segera berlari ke dalam. Shiro-senpai pun ternyata mengikutiku. Mataku melebar melihat apa yang kutemui saat sampai di dapur.
“IBUU !!?” ucapku keras karena kaget.
            Kulihat tubuh ibuku ambruk di depan kompor. Mungkin kah dia mau menyiapkan makan malam untukku? Ah .. apa pun itu yang jelas keadaan ibu lebih penting!
“ibuu .. .sadarlaah … ibuuu” ucapku sambil mengguncangkan tubuh ibuku yang tak sadarkan diri.
“nozomi … tenanglah .. kau duduk saja disana.. biar aku cek keadaan ibumu” ucap shiro-senpai berusaha menenangkanku.
            Bagaimana aku bisa tenang? Sedangkan orang yang telah merawatku seorang diri kini tak sadarkan diri … aku terus menerus menyesal atas apa yang telah aku perbuat pada ibu .. mungkinkah ini karena dia terlalu memaksakan diri untuk bekerja sambil merawatku? Tuhan … apa yang harus kuperbuat sekarang?
“nozomi …” panggil senpai menyadarkanku dari lamunan
            Aku hanya menatap Shiro-senpai yang memanggilku kosong. Berharap keadaan ibu baik-baik saja. Tidak terjadi apa-apa padanya. Hanya itu .. yang kuharapkan sekarang.
“aku .. benar-benar minta maaf .. nozomi” ucap senpai lirih
            Mendengar perkataanya aku sudah tau. Tapi .. ini tidak mungkin. Tidak mungkin! Tadi pagi ibu masih baik-baik saja, ia bilang hanya agak demam. Tapi .. kenapa?
“bohong …” seruku sambil menahan tangis
“maaf .. nozomi .. ibumu ..”
“bohong … pasti senpai bohong kan?” ucapku dengan nada tak percaya
“nozomi ..” senpai memanggil namaku lirih
“tidak … ini tidak mungkin … tidak mungkin ibu tega meninggalkanku sendiri …”  seruku sambil terisak
            Shiro-senpai mengusap kepalaku. Ia berusaha menenangkanku yang benar-benar terguncang. Walau pun tangannya benar-benar hangat. Tapi .. berbeda sekali dengan kehangatan yang diberikan ibu padaku.
            Masih teringat jelas di benakku, peluknya, ucapannya, kasih sayangnya, segala tentang dirinya. Padahal tubuhnya masih sehangat ini, berkas airmatanya pun masih terlihat. Tapi .. kenapa harus secepat ini? Tuhan .. inikah caramu menghukum hambamu yang telah banyak berdosa ini? Kalau iya .. ini benar-benar tidak adil .. kenapa harus ibuku?
“nozomi .. istirahatlah .. biar aku yang menghubungi kerabatmu” ucap senpai menenangkanku lagi.
“ka .. kami .. tidak memiliki kerabat” ujarku singkat
“hah? Tidak mungkin kan? Pasti ibumu memilik saudara kan? Atau nenekmu?”
“ibuku anak tunggal .. sedangkan nenekku sudah lama meninggal begitu juga kakekku” jelasku pada senpai
            Shiro-senpai terdiam sesaat. Mungkin dia berpikiran untuk menanyakan tentang ayahku. Oh iya … tadi pagi ibu bilang .. ayah akan segera menemuiku. Apa maksudnya kami akan bertemu di pemakaman ibu? Kalau benar begitu lebih baik selamanya aku tidak bertemu dengan ayahku.
“kalau tetangga? Apa tidak satu pun dari mereka yang peduli padamu?”
            Aku hanya diam saja sambil berpikir. Memang semua tetangga kami selalu mengucilkan kami. Tapi, kalau kuingat-ingat ada 1 keluarga yang hanya diam dan tak mengazuhkan semua hinaan yang tertuju pad kami. Entah karena mereka memang tidak peduli atau hanya tidak ingin terlibat dengan kami. Yang mana pun itu aku tidak tahu.
“mungkin ada … hanya kelarga Kazami yang tidak ikut mnegucilkan kami” ucapku singkat pada senpai
“Kazami ya? Kalau begitu kamu istirahat saja dulu. Soal ibumu aku yang urus. Daijoubu watashi koko ni iru yo13 ..” ucap senpai lembut sambil tersenyum padaku
            Aku tidak mengerti dengan senpai. Shiro-senpai bukanlah siapa-siapa tapi .. kenapa dia begitu baik padaku? Andai ibu tahu .. aku memiliki teman seperti senpai. Pasti ia akan sangat senang melihatku yang tidak pernah mempunyai teman bisa berteman dengan orang sebaik senpai. Tapi rasanya percuma saja kalau aku ceritakan semua padanya saat ini.
==
“kau sudah bangun nozomi” ucap seorang wanita yang agak asing bagiku
            Kubuka mataku perlahan. Agak sulit membukanya, mataku sembab karena terus menangis semalaman.
“kau pasti sangat sedih ya?” ucap seorang wanita yang ternyata nyonya keluarga Kazami.
“ibu kazami? Kenapa…” ucapanku terhenti saat mengingat apa yang terjadi semalam.
“semalam .. nak Shiro menemui kami di rumah .. ia bilang ibumu mendadak jatuh dan akhirnya meninggal di dapur ..” ucap ibu kazami dengan penuh hati-hati, takut-takut malah menyinggung perasaanku.
“kami sekeluarga benar-benar shock mendegar kabar tersebut … karena itu aku disini … soal pemakaman ibumu semua diurus oleh nak Shiro .. pemakamannya akan dilakukan nanti siang .. jadi lebih baik kau bersiap saja dari sekarang, nozomi” jelas ibu kazami lembut padaku
“iya ..” jawabku singkat
            Rasanya tidak percaya. Baru kemarin aku benar-benar merasakan hangatnya kasih sayang seorang ibu, siang ini aku sudah harus mengantarkannya pergi ke tempat peristirahatan terakhirnya.
            Kubuka jendela kamarku. Kuhirup udara segar, tak lagi dapat menjernihkan pikiranku saat ini. Angin yang berhembus sepoi-sepoi, mendadak berhembus kencang seakan mempertandakan sesuatu.
            Kulihat secarik kertas jatuh di dekat kakiku. Mungkin saja terbawa angin tadi. Penasaran, aku pun memungutnya. Betapa kagetnya aku melihat isi kertas itu.
Nozomi anakku …
Jika kau membaca ini .. itu artinya aku sudah tidak dapat berada di sisimu lagi ..
Maafkan ibu nak .. ibu benar-benar minta maaf kalau selama ini kau telah banyak menderita ..
Soal ayahmu .. maafkan ibu selama ini tak pernah menceritkannya padamu ..
ibu hanya tidak ingin kau bersedih karena sikapnya padamu jauh sebelum kau lahir ..
walau pun harus membesarkanmu seorang diri ..
ibu tidak keberatan asal ibu bisa selalu bersamamu .. sampai akhir hayat ibu nak …

salam cinta … ibumu ..
Kagami Chitose


            Kagami Chitose … begitu membaca kalimat terkakhir dari surat itu, tetesan airmata segera jatuh di pipiku. Ibu … maafkan aku .. maaf … selama ini aku tak pernah menyadarinya … selama ini aku hanya bisa menuntut padamu … tak sekali pun aku menyadri betapa terlukanya perasaanmu ..
            Ibu … selama ini kau telah berjuang membesarkanku seorang diri .. sampai-sampai kau tak pernah mempedulikan dirimu sendiri. Aku benar-benar menyesal atas sikapku selama ini ibu .. tapi .. sekarang kau sudah tenang di sana
nazeka namida ga tomaranai...
kore ga watashi no nozonda "kokoro"?
nande fukaku setsunai...?
dakedo, ima kidzuki hajimeta umareta riyuu o
Arigatou .. Okaa-san ..14



13 Tenang saja .. aku akan tetap berada disini
14Kenapa? Airmataku tak berhenti mengalir,
Inikah yang dinamakan hati?
Sangat menyakitkan,
Tapi, sekarang aku bisa mengetahui alasan mengapa aku dilahirkan,
Terima kasih, ibu ..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar